Sabtu, 08 Oktober 2011

Eksploitasi Primata Monyet di Kecam Aktivis


Nampak Beberapa monyet yang dipelihara oleh warga kampung topeng monyet, Prumpung, Jakarta Timur. Beberapa warga disana memelihara monyet untuk dijadikan pertunjukan aktraksi dengan monyet yang sudah terlatih.

 Eksploitasi Primata Monyet di Kecam Aktivis
Mendengar kata Topeng Monyet mungkin sudah tidak asing lagi di telinga warga masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Tontonan aktraktif dari primata moyet yang telah terlatih menjadi hiburan tersendiri dan merupakan lapangan pekerjaan bagi sebagai pencari nafkah dari pengusaha Topeng Monyet dan para pekerjanya. Namun semuanya berubah ketika para aktivis dan LSM menolak penggunaan atau ekspoitasi primata monyet karena duagaan dilatarbelakangi kekerasan fisik terhadap primata itu yang dilakukan oleh para pemilik dan juga pawang atau pekerja Topeng Monyet.
Salah satu wilayah di Jakarta yang sebagian besar warganya menggantungkan diri mencari nafkah dengan usaha Topeng Monyet terletak di Kampung Topeng Monyet, di belakang pasar gembong, Prumpung, Jakarta Timur. Dari pantauan hampir sebagian besar warga di sekitar memiliki peliharaan monyet-monyet yang diikat ditiang-tiang sekitar rumah, ada pula yang memiliki kandang-kandang yang dibuat untuk monyet peliharaannya. 
Pengusaha Topeng Monyet, Bapak Priyatno (31), memiliki pendapat  tentang hal ini. Priyatno meluruskan tentang kekerasan yang dilakukan kepada monyet-monyet itu. “masalah kekerasan itu, sebenarnya bukan kekerasan, tapi didikan, karena bentuknya melatih monyet berdiri saja, kesananya udah gampang”, ujar Priyatno. Hal tersebut dimaksud agar monyet dapat dilatih untuk berdiri, hanya tidak sampai menjerat atau kasar atau berlebihan seperti yang dituduhkan, terang Priyatno. Sementara itu Priyatno memiliki sekitar 7 ekor monyet yang di beli dengan harga bervariasi, antara lain sekitar 200-300 ribu. Tanggapanya jika topeng monyet dilarang, Priyatno mengaku setuju saja. “kalo pribadi saya sih setuju, hanya dipertimbangkan dulu, banyak yang kehilangan pekerjaan, saya harap bisa dipekerjakan”, ujar Priyatno. Sementara penghasilan Ia mengaku mendapat 15 ribu sehari dari seekor monyetnya dan untuk makanan dari monyet-monyetnya Priyatno mengatakan bahwa monyet-monyet miliknya di beri makan nasi, buah, dan susu. Untuk kesehatan dari monyetnya berasal dari kecamatan. “suntik rabies setahun sekali dari kecamatan, jadi didata semua”, terang Prayitno.
Dari pantauan warga sekitar memang terlihat tak asing dengan primata monyet itu. Rata-rata ada yang di pelihara di kandang, ada juga yang di ikat di tiang-tiang di depan rumah. Jumlahnya pun bervariasi, ada yang satu rumah memiliki 3 hingga 4 ekor monyet. Dan terlihat pula remaja yang sedang memindahkan monyet peliharaan dari satu tiang untuk diikat pada tiang lainnya. Sementara untuk ukuran monyetpun ada yang nampak besar, berukuran sedang, dan ada pula monyet yang masih kecil-kecil yang sudah diikat di depan rumah warga.



Kamis, 27 Januari 2011

Potret Jalanan


ANAK SEKECIL ITU BERKELAHI DENGAN WAKTU . . .
DEMI SUATU TUJUAN YANG KERAP GANGGU TIDUR MU . .
ANAK SEKECIL ITU TAK SEMPAT NIKMATI WAKTU . . .
DI PAKSA PECAHKAN KARANG LEMAH JARI MU TERKEPANG . . .

Kutipan singkat lagu dari Iwan Fals diatas di rasa tepat menggambarkan Potret Kemiskinan yang terjadi di Ibu Kota saat ini. Masalah-masalah sosial terus bermunculan menambah “PR” sekaligus cambuk bagi negeri ini untuk kembali bercermin sebagai bangsa yang besar. Bangsa yang seolah bisu melihat anak-anaknya hidup di bawah garis kemiskinan. Anak seumur mereka yang seharusnya mengenyam pendidikan, tetapi harus hidup di tempat yang tidak seharusnya mereka berada. Apakah hanya milik mereka yang punya uang saja , sementara mereka yang mempunyai hak-hak yang sama tempat mereka di sana di pinggir dan di trotoar-trotoar jalanan? Di mana fungsi dan kewajiban negara? Sebagaimana di amanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31 tentang Pendidikan dan Pada Bab XIV Tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 34 . “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan - Fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara”  . Sudahkah negara menjamin sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan?. Para elit-elit bangsa ini terlalu sibuk, sibuk akan korupsi, sibuk mengejar kedudukan dan jabatan, Sampai mereka lupa akan Tugas dan Kewajiban meraka dalam Peranan sosial dan Pendidikan. Suatu bangsa akan besar apabila sadar akan nilai penting dari pendidikan yang mencerdaskan bangsa, yang sudah tentu secara tidak langsung  akan meningkatkan kualitas hidup warga masyarakatNya sendiri.

Nilai Tinggi dari kualitas pendidikan nantinya akan menentukan arah peradaban bangsa. Maju atau tidaknya suatu bangsa dilihat juga dari kualitas pendidikannya. Sampai kapan Bangsa ini mau di samakan sebagai bangsa yang “Primitif,” Bangsa sepertinya tidak mempunyai peradaban? Bangsa-bangsa lain sibuk dan berlomba-lomba untuk maju mengejar peradaban, tetapi bangsa ini malah berdiam diri  hidup seperti di jaman Batu. Hidup dengan alakadarnya, hidup dengan apa adanya padahal apa yang ada dan sedangan terjadi saat ini yang dipelihara dan dipertahankan bangsa ini adalah suatu kemunduran dan bukan sama sekali hal-hal Progresif.